Kamis, 24 November 2011

Budidaya Tanaman Angsana

Pohon, tinggi 10-40 m. Ujung ranting berambut. Daun penumpu bentuk lanset, panjang 1-2 cm. Daun berseling. Anak daun 5-13, bulat telur memanjang, meruncing, tumpul, mengkilat sekali, 4-10 kali 2,5-5 cm; anak tangkai lk 0,5-1,5 cm. Tandan bunga di ujung dan duduk di ketiak, sedikit atau tidak bercabang, berambut coklat, berbunga banyak, panjang 7-11 cm; anak tangkai 0,5-1,5 cm; bunga sangat harum. Kelopak bentuk lonceng sampai
bentuk tabung, bergigi 5, tinggi lk 7 mm. Mahkota kuning oranye. Daun mahkota berkuku; bidang bendera bentuk Iingkaran atau bulat telur terbalik, berlipat kuat, melengkung kembali, garis tengah lebih kurang 1 cm; lunas lebih pendek daripada sayap, pucat. Bakal buah berambut lebat, bertangkai pendek, bakal biji 2-6. Polongan bertangkai di atas sisa kelopak, hampir bulat lingkaran, dengan paruh di samping, pipih sekali, sekitarnya bersayap, tidak membuka, garis tengah lk 5 cm, pada sisi yarig Iebar dengan ibu tulang daun yang tebal. Biji kebanyakan 1. Kerapkali ditanam; 1-800 m. Catatan: Kayunya mempunyai warna dan kwalitas yang baik sekali; dipergunakan sebagai bahan bangunan dan kayu meubel. Di Maluku pohon ini menghasilkan „kayu akar" (wortelhout) yang bagus. Kulitnya dipakai sebagai obat; dalam keadaan hidup pohon tersebut rnengandung cairan yang merah darah. Bagian yang digunakan Kulit kayu, getah (resin) dan daun muda.


Nama Lokal :
NAMA DAERAH Asan, Athan (Aceh); Sena (Gayo); Sena, Hasona, Sona (Batak); Kayu merah (Timor); Asana, Sana kapur, Sana kembang (Minangkabau), Sana kembang (Madura); Kenaha (Solor); Aha, Naga, Aga, Naakir (Sulawesi Utara); Tonala (Gorontalo); Candana (Bugis); Na, Nar, (Roti); Lana (Buru). NAMA ASING: NAMA SIMPLISIA: Pterocarpi Cortex; Kulit kayu Angsana.

Penyakit Yang Dapat Diobati :
KHASIAT Adstringen dan diuretik. PENELITIAN Hayati, 1990. Jurusan Farmasi, FMIPA USU. Telah melakukan penelitian pengaruh infus daun Angsana terhadap penurunan kadar gula darah kelinci dibandingkan dengan tolbutamid. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata infus daun Angsana 5 ml, 10% dan 20°Io secara oral menurunkan kadar gula darah kelinci. Pengaruh infus 10% tidak ada beda dengan 50 mg/kg bb tolbutamid, sedangkan penurunan oleh infus 20% lebih besar daripada pengaruh oleh tolbutalmid.

Pemanfaatan :
KHASIAT
Adstringen dan diuretik.

KEGUNAAN
Kulit kayu:
Batu ginjal.
Sariawan mulut (obat kumur).

Daun muda:
Kencing manis.
Bisul (obat luar).

Getah (Kino):
Luka (obat luar).
Sariawan mulut (obat luar).

RAMUAN DAN TAKARAN

Batu Ginjal
Ramuan:
Kulit kayu Angsana   3 gram
Daun Keji beling       2 gram
Daun Kumis kucing  4 gram
Air                           115 ml

Cara pembuatan:
Dibuat infus atau diseduh.

Cara pemakaian:
Diminum 1 kali sehari 100 ml. Bila batu telah keluar, baik berupa kristal maupun air kencing yang keruh atau air kencing yang berbuih maka pemberian jamu dihentikan. Kemudian dilanjutkan minum teh daun Kumis kucing 6% dalam air. 6 gram daun Kumis kucing diseduh dengan air mendidih sebanyak 100 ml. Diminum seperti kebiasaan minum teh.

Sariawan Mulut
Ramuan:
Kulit kayu Angsana     4 gram
Daun Saga segar        4 gram
Daun Sirih segar         3 helai
Air                              115 ml

Cara pembuatan:
Dibuat infus atau diseduh.
Bila diperlukan tambahkan 10 gram gips pada beningan, didiamkan beberapa saat, lalu disaring dan diambil bagian beningnya. (Gips dapat dibeli di apotik atau toko kimia).

Cara pemakaian:
Untuk kumur, tiap 3 jam sekali, tiap kali pakai 50 ml, bila perlu dapat diencerkan dengan air.

Bisul
Bisul dicuci dengan air bersih atau alkohol 70%. Kemudian daun Angsana diremas dan ditempelkan pada bisul tersebut. Diperbaharui tiap 3 jam sekali.

Komposisi :
Resin dikenal dengan nama kino (asam kinotanat dan zat warna merah.

Sabtu, 11 Juni 2011

BUDIDAYA LELE SANGKURIANG (Clarias sp.)

BUDIDAYA LELE SANGKURIANG
(Clarias sp.)
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.
Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).

Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele “Sangkuriang”.
Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Tujuan pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama “Lele Sangkuriang”. Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6).
Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m – 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.
Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.
Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
  1. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air.
  2. pH air yang ideal berkisar antara 6-9.
  3. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.
Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.
Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk “L” mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam.
Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.
Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:
a.
Persiapan kolam tanah (tradisional)
Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).
Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).
Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.
Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring
Kemudian dilakukan pengisian air kolam.
Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b.
Persiapan kolam tembok
Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d.
Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e.
Pemanenan
Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 – 250 gram per ekor dengan panjang 15 – 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.
Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.
  • Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.
  • Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.
  • Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.
  • Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
  • Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK
  • Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik
  • Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.
  • Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.
ANALISA USAHA
Pembesaran lele Sangkuriang di bak plastik
1.
Investasi
a.
Sewa lahan 1 tahun @ Rp 1.000.000,-
=
Rp
1.000.000,-
b.
Bak kayu lapis plastik 3 unit @ Rp 500.000,-
=
Rp
1.500.000,-
c.
Drum plastik 5 buah @ Rp 150.000,-
=
Rp
750.000,-
Rp
3.250.000,-
2.
Biaya Tetap
a.
Penyusutan lahan Rp 1.000.000,-/1 thn
=
Rp
1.000.000,-
b.
Penyusutan bak kayu lapis plastik Rp 1.500.000,-/2 thn
=
Rp
750.000,-
c.
Penyusutan drum plastik Rp 750.000,-/5 thn
=
Rp
150.000,-
Rp
1.900.000,-
3.
Biaya Variabel
a.
Pakan 4800 kg @ Rp 3700
=
Rp
17.760.000,-
b.
Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 25.263 ekor @ Rp 80,-
=
Rp
2.021.052,63
c.
Obat-obatan 6 unit @ Rp 50.000,-
=
Rp
300.000,-
d.
Alat perikanan 2 paket @ Rp 100.000,-
=
Rp
200.000,-
e.
Tenaga kerja tetap 12 OB @ Rp 250.000,-
=
Rp
3.000.000,-
f.
Lain-lain 12 bin @ Rp 100.000,-
=
Rp
1.200.000,-
Rp
24.281.052,63
4.
Total Biaya
Biaya Tetap + Biaya Variabel
=
Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63
=
Rp 26.181.052,63
5.
Produksi lele konsumsi 4800 kg x Rp 6000/kg -Rp 28.800.000,
6.
Pendapatan
Produksi - (Biaya tetap + Biaya Variabel)
=
Rp 28.800.000,- – ( Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63)
=
Rp 2.418.947,37
7.
Break Event Point (BEP)
Volume produksi
=
4.396,84 kg
Harga produksi
=
Rp 5.496,05
Sumber :Buku Budidaya Lele Sangkuriang, Dit. Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya

Minggu, 29 Mei 2011

PENGENDALIAN HAMA WERENG COKLAT PADA TANAMAN PADI

Wereng Coklat masih dianggap hama utama pada tanaman padi. Kerusakan akibat serangan hama ini cukup luas dan hampir terjadi pada setiap musim tanam. Secara langsung wereng coklat akan menghisap cairan sel tanaman padi sehingga tanaman menjadi kering dan akhirnya mati.  Berikut cara pengendalian hama wereng coklat :
 1.      Tanam padi Serempak
Pola tanam serempak dalam areal yang luas dan tidak dibatasi oleh admisistrasi dapat mengantisipasi penyebaran serangan wereng coklat karena jika serempak, hama dapat berpindah-pindah ke lahan padi yang belum panen. Wereng coklat terbang bermigrasi tidak dapat dihalangi oleh sungai atay lautan.
 2.      Perangkap Lampu
Perangkap lampu merupakan perangkap yang paling umum untuk pemantauan migrasi dan pendugaan populasi serangga yang tertarik pada cahaya, khususnya wereng coklat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap lampu antara lain, kekontrasan lampu yang digunakan pada perangkap lampu yang terdapat di sekitarnya. Semakin kontras cahaya lampu yang digunakan maka akan luas jangkauan tangkapannya. Kemampuan serangga untuk menghindari lampu perangkap yang dipasang.
Perangkap lampu dipasang pada pematang (tempat) yang bebas dari naungan dengan ketinggian sekitar 1,5 meter diatas permukaan tanah. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt dengan voltase 220 volt. Lampu dinyalakan pada jam 18.00 sampai dengan 06.00 pagi. Agar serangga yang tertangkap tidak terbang lagi, maka pada penampungan serangga yang berisi air ditambahkan sedikit deterjen.
Keputusan yang diambil setelah ada wereng pada perangkap lampu, yaitu wereng-wereng yang tertangkap dikubur, atau keringkan pertanaman padi sampai retak, dan segera setelah dikeringkan kendalikan wereng pada tanaman padi dengan insektisida yang direkomendasikan.
 3.      Tuntaskan pengendalian pada generasi 1
Menurut Baihaki (2011), perkembangan wereng coklat pada pertanaman padi dapat terbagi menjadi 4 (empat) generasi yaitu :
-          generasi 0 (G0) = umur padi 0-20 HST (hari Sesudah Tanam)
-          Generasi 1 (G1) = Umur padi 20-30 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat generasi ke-1
-          Generasi 2 (G2) = Umur padi 30-60 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat generasi ke-2
-          Generasi 3 (G3) = umur padi diatas 60 HST.
 Pengendalian wereng yang baik yaitu :
  1. Pada saat generasi nol (G0) dan generasi 1 (G1).
  2. Gunakan insektisida berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.
  3. Pengendalian wereng harus selesai pada generasi ke-1 (G1) atau paling lampat pada generasi ke -2 (G2).
  4. Pengendalian saat generasi ke-3 (G3) atau puso tidak akan berhasil
4.      Penggunaan Insektisida
  1.  Keringkan pertanaman padi sebelum aplikasi insektisida baik yang disemprot atau butiran
  2.  Aplikasi insektisida dilakukan saat air embun tidak ada, yaitu antara pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.00, dilanjutkan sore hari. Insektisida harus sampai pada batang pagi.
  3. Tepat dosis dan jenis yaitu berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.
  4. Tepat air pelarut 400-500 liter air per hektar.

Beberapa insektisida yang direkomendasikan untuk menghasilkan hama wereng coklat.
No
Nama bahan Aktif Nama Produk Dosis Pemakaian Konsentrasi Pemakaian
1 Buprofezin BUPROSIDA 100EC 0,25-0,5  L/ha 0,5 – ml/L
2 BPMC SIDABAS 500 EC NAGA 500 EC
BONA 500 EC
1-2 L/ha 1-2 L/ha
1-2 L/ha
2 – 4 ml/L 2 – 4 ml/L
2 – 4 ml/L
3 Fipronil FIPROS 55 SC 0,5 – 1 L/ha 1 – 2 ml/L
4 Imidaklprid TOP DOR 10 WP 0,125 – 0,25 kg/ha 0,25 – 0,5 g/l

Kamis, 26 Mei 2011

Budidaya Mahoni

A. Umum
Acacia mangium termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman A. mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik.
Faktor yang lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat pertumbuhan yang cepat. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2 - 3 meter dengan hasil produksi 415 m3/ha atau rata-rata 46 m3/ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil
produksi rata-rata 20 m3/ha/tahun. Kayu A. mangium termasuk dalam kelas kuat III-IV, berat 0,56 - 0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara 4800 - 4900 k.cal/kg
B. Keterangan botani
A. mangium termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae dan ordo
Rosales. Pada umumnya A. mangium mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali
pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7 - 10
meter.Pohon A. mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur
longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat
dikemukakan pula bahwa bibit A. mangium yang baru berkecambah memiliki daun
majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan sub famili
Mimosoideae misalnya Paraseanthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh
beberapa minggu A. mangium tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi
tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah
menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus
kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. Bentuknya sederhana tulang daunnya
paralel dan besarnya sekitar 25 cm x 10 cm.
C. Tempat tumbuh
1. Penyebaran. A. mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis
Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian
utara, Papua bagian selatan (Fak-fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas,
Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat).
2. Persyaratan tempat tumbuh. A. mangium tidak memiliki persyaratan
tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. A.
mangium dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan
tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2). Tumbuh pada
ketinggian antara 30 - 130 m dpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000
mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan
berdaun lebar, jenis A. mangium sangat membutuhkan sinar matahari,
apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan
bentuk tinggi dan kurus.
D. Persiapan lapangan
1. Penataan lapangan. Penataan areal penanaman dimaksudkan untuk
mengatur tempat dan waktu, pengawasan serta keperluan pengelolaan hutan
lebih lanjut. Areal dibagi menjadi blok-blok tata hutan dan blok dibagi menjadi
peta-petak tata hutan. Unit-unit ini ditandai dengan patok dan digambar di
atas peta dengan skala 1 : 10.000. Batas-batas blok dapat dipakai berupa
batas alam seperti sungai, punggung bukit atau batas buatan seperti jalan,
patok kayu atau beton.
2. Pembersihan lapangan. Beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum
penanaman meliputi :
a. Menebang pohon-pohon sisa dan meninggalkan pohon yang di larang
ditebang
b. Mengumpulkan semak belukar, alang-alang dan rumput-rumputan
c. Sampah-sampah yang telah terkumpul dibakar.
3. Pengolahan tanah. Pengolahan tanah diperlukan pada tanah-tanah yang
padat dengan cara sebagai berikut :
a. Tanah dicangkul sedalam 20 - 25 cm kemudian dibalik
b. Bungkalan-bungkalan tanah dihancurkan, akar-akar dikumpulkan,
dijemur dan dibakar
c. Tanah pada jalur-jalur tanaman dihaluskan dan dibersihkan, kemudian
dibuat lubang tanaman
E. Penanaman dan pemeliharaan.
1. Pengangkutan bibit. Pengangkutan bibit dari persemaian ke lokasi
penanaman harus dilakukan dengan hati-hati agar bibit tidak mengalami
kerusakan selama dalam perjalanan. Bibit yang telah diseleksi dimasukan ke
dalam peti atau keranjang dan disarankan agar bibit tidak ditumpuk. Bibit
disusun rapat hingga tidak bergerak jika dibawa. Jumlah bibit yang diangkut
ke lapangan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan menanam. Bibit
yang diangkut diusahakan bibit yang sehat dan segar. Hindarkan bibit dari
panas matahari dan supaya disimpan di tempat teduh dan terlindung.
2. Waktu penanaman. Penanaman dilakukan setelah hujan lebat pada musim
hujan, yaitu dalam bulan Oktober sampai Januari. Pengamatan mulainya
hujan lebat sangat perlu, karena bibit yang baru ditanam menghendaki
banyak air dan udara lembab. Bibit yang ditanam ke lapangan adalah bibit
yang telah berumur 3-4 bulan di bedeng sapih dengan ukuran tinggi 25-30
cm.
3. Teknik penanaman. Bibit ditanam tegak sedalam leher akar. Apabila
terdapat akar cabang yang menerobos keluar dari tanah dalam kantong
plastik, dipotong aga tidak tertanam terlipat dalam lubang tanaman. Sebelum
ditanam, tanah dalam kantong plastik dipadatkan lalu kantong plastik dibuka
perlahan-lahan, tanah serta bibit di keluarkan baru ditanam. Bibit ditanam
berdiri tegak pada lubang yang telah dibuat pada setiap ajir, kemudian diisi
dengan tanah gembur sampai leher akar. Tanah yang ada di sekelilingnya
ditekan agar menjadi padat.
4. Pemeliharaan. Meliputi kegiatan penyiangan, penyulaman, pendangiran dan
pemupukan, kegiatan pemeliharaan dilakukan tiga bulan sekali selama 2
tahun stelah penanaman di lapangan.
a. Penyiangan. Kegiatan ini bertujuan untuk membebaskan tanaman
pokok dan belukar dan tumbuhan pengganggu lainnya. Oleh karena itu
penyiangan dilakukan terutama pada tahun pertama dan kedua.
Penyiangan dikerjakan sepanjang kiri-kanan larikan tanaman selebar
50 cm.
b. Penyulaman. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama selama
musim hujan. Tanaman yang mati atau merana disulam dengan bibit
dari persemaian dan diulang selama hujan masih cukup. Apabila lahan
di sekitar tanaman sangat terbuka maka dapat diberi mulsa.
c. Pendangiran. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan penyiangan
di mana tanah di sekitar tanaman akan digemburkan lebih kurang
seluas lubang tanam
d. Pemupukan. Pemupukan diberikan setelah dilakukan penyiangan dan
pendangiran, pupuk ditaburkan di sekeliling tanaman Akasia mengikuti
alur lubang tanaman dan ditimbun tanah. Pupuk yang digunakan dapat
merupakan campuran yang membentuk kandungan NPK dapat pula
digunakan urea; TSP; KCL dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Pemberian
pupuk disesuaikan dengan pengalaman dalam pemberian pupuk.
5. Hama dan penyakit. Adanya semut (Componotus sp) dan rayap
(Coptotermes sp) yang membuat sarang pada bagian dalam kayu A.
mangium, mengakibatkan menurunnya kualitas kayu. Dari hasil pengamatan
didapatkan A. mangium terserang oleh Xystrocera sp. famili Cerambicidae
yang biasa menggerek kayu Paraserianthes falcataria, selain itu sejenis ulat
belum diketahui jenisnya telah menyebabkan gugurnya daun A. mangium.
Beberapa jensi serangga A. mangium :
a. Ropica grisepsparsa, menyerang bagian batang
b. Platypus sp, menyerang bagian batang
c. Xylosandrus semipacus, menyerang bagian batang
d. Pterotama plagiopheles, menyerang daun.
e. Ulat pelipat daun, menyerang daun.
Pengguguran daun pada anakan A. mangium disebabkan oleh Hyponeces
squamosus tetapi pohon dapat tumbuh kembali. Seperti pada Acacia yang
lain, A. mangium juga muda terserang oleh hama terutama pada masa
sapihan dan anakan.

Budidaya Hamster

Deskripsi
Hamster termasuk jenis binatang pengerat. Ada beberapa jenis hamster yang tersebar diseluruh dunia, salah satunya adalah Hamster Siria (Syrian Hamster) yang paling umum dikenal dan Hamster Kerdil Rusia (Dwarf Cambell Russia).

Ia adalah binatang malam, yang tidur di siang hari dan aktif di sore dan malam hari, namun jika hamster sudah terbiasa diajak main pada pagi hari, kemungkinan pola tidurnya akan mengikuti si pemilik (jika pemilik sering bermain dengan hamsternya). Pandangan matanya jelek, tetapi penciuman dan pendengarannya tajam.

Ia mempunyai kantong pipi yang dapat mengembang, dimana ia menyimpan makanan yang akan dibawa ke sarangnya.

Hamster Siria berasal dari padang pasir di Timur Tengah dimana ia hidup dalam liang-liang dalam bukit-bukit pasir. Jenis ini paling umum dipelihara karena dapat dipegang oleh anak kecil dengan mudah. Binatang dewasa berukuran panjang 17-22 cm. Umumnya jenis ini jinak terhadap manusia, tetapi tidak terhadap jenis hamster lainnya. Karena itu jika hendak memelihara hamster jenis ini, harus ditempatkan dalam satu kandang terpisah dengan hamster lainnya, karena kemungkinan besar akan menyerang hamster yang lain jika ditempatkan dalam satu kandang bersamaan.

Hamster Kerdil Campbell Rusia berasal dari padang rumput Asia Tengah (Rusia, Mongolia dan bagian barat laut Cina).

Binatang dewasa berukuran panjang 10-12 cm, yang betina sedikit lebih panjang daripada yang jantan. Umur rata-ratanya 2 - 2 ½ tahun, meskipun ia dapat hidup sedikit lebih lama.

Dibanyak negara (terutama di Amerika dan Eropa), hamster kini menjadi binatang peliharaan kecil yang sangat populer.


Pemeliharaan
Hamster dipelihara di dalam kandang, yang terbuat dari kawat atau aquarium kaca. Karena giginya tajam, kayu atau bambu tidak tepat digunakan. Lantai kandang perlu dilapisi dengan serutan gergaji atau sekam padi yang dapat menyerap air kencingnya. Carikan-carikan kertas dapat disediakan sebagai sarangnya. Ia akan menimbun makanan dan menaruh bayi (jika ada) di sarang ini.

Hamter adalah binatang yang menyukai kebersihan. Jika kandang cukup besar, ia akan menggunakan satu sudut kandang sebagai WC dan sudut yang lain sebagai sarang.


Makanan
Makanan hamster pada umumnya adalah biji-bijian (beras/nasi, roti, jagung) dan sayuran (seperti wortel, timun dan buncis), namun jangan jadikan sebagai bahan utama. Binatang kecil ini tetap membutuhkan gizi yang cukup, dan dapat diperoleh melalui makanan kemasan yang sudah lengkap gizinya. Makanan protein tinggi seperti daging atau susu, juga penting terutama ketika bayi-bayi dalam masa pertumbuhan atau pada ibu hamster yang sedang hamil atau sedang mempunyai bayi Jika makanan cukup mengandung cairan, air minum tidak diperlukan.

Hamster mempunyai kantong di pipinya dimana ia mengumpulkan makanan. Ia menekan makanan ke dalam kantong yang akan mengembang dan membawanya ke sarang. Disini makanan dikeluarkan untuk ditimbun. Lapisan dalam kantong pipi ini sangat halus, sehingga makanan yang tajam dapat melukainya.


Pembiakan
Hamster mempunyai bayi rata-rata 8 . Tetapi ia dapat melahirkan sampai 16 bayi sekaligus (Syrian Hamster).

Pada umumnya ia mulai melahirkan sesudah berumur 3-4 bulan, meskipun kadang-kadang ada juga yang mulai melahirkan pada umur 1 bulan, namun tidak dianjurkan hamster yang berusia kurang dari 4 bulan untuk melahirkan, karena dapat menyebabkan cacat pada anak hamster, ataupun dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan anak hamster. Makanan yang jelek (misalnya kurang protein) akan mengakibatkan si ibu mencari protein tambahan dengan memakan bayinya sendiri (kanibal), atau lingkungan yang tidak mendukung (lingkungan yang berisik) membuat si induk merasa tidak nyaman/stress dapat menyebabkan induk memakan anaknya..

Jumat, 20 Mei 2011

Budidaya Ganyong

 Desekripsi
Ganyong adalah tanaman yang cukup potensial sebagai sumber karbohidrat, maka sudah sepatutnya dikembangkan. Hasilnya selain dapat digunakan untuk penganekaragaman menu rakyat, juga mempunyai aspek yang penting sebagai bahan dasar industri.
Ganyong (Canna edulis Kerr) adalah tanaman herba yang berasal dari Amerika Selatan. Rhizoma atau umbinya bila sudah dewasa dapat dimakan dengan mengolahnya terlebih dahulu, atau untuk diambil patinya. Saat panen umbi, sangat tergantung dari daerah tempat menanamnya. Di dataran rendah sudah bisa dipanen pada umur 6 - 8 bulan, sedang di daerah yang hujannya sepanjang tahun, waktu panennya lebih lama, yaitu pada umur 15 - 18 bulan. Dewasanya umbi biasanya ditandai dengan menguningnya batang dan daun tanaman.
PENGENALAN TANAMAN GANYONG
Ganyong adalah tanaman umbi-umbian yang termasuk dalam tanaman dwi tahunan (2 musim) atau sampai beberapa tahun, hanya saja dari satu tahun ke tahun berikutnya mengalami masa istirahat, daun-daunnya mengering lalu tanamannya hilang sama sekali dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya. Ganyong sering dimasukkan pada tanaman umbi-umbian, karena orang bertanam ganyong biasanya untuk diambil umbinya yang kaya akan karbohidrat, yang disebut umbi disini sebenarnya adalah rhizoma yang merupakan batang yang tinggal didalam tanah. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tapi sekarang tanaman ini telah tersebar dari Sabang sampai Merauke. Terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, tanaman ini telah diusahakan penduduk walaupun secara sampingan. Ganyong mereka tanam sebagai tanaman sela bersama jagung sesudah panen padi gogo. Umbi yang dipanennya dibuat tepung, ternyata hasil penjualan tepung ini dapat menambah penghasilan penduduk yang sangat berarti.
Taksonomi
Tanaman ganyong yang banyak tumbuh di daerah tropis ini, termasuk dalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingeberales
Famili : Cannaceae
Genus : Canna
Spesies : Canna edulis Ker.
Tanaman ini tetap hijau sepanjang hidupnya. Warna batang, daun dan pelepahnya tergantung pada varietasnya, begitu pula warna sisik umbinya. Tingginya 0,9- 1,8 meter. Sedang apabila diukur lurus, panjang batangnya bisa mencapai 3 meter. Panjang batang dalam hal ini diukur mulai dari ujung tanaman sampai ujung rhizoma atau sering disebut dengan umbi.
Morfologi
Bentuk tanaman ganyong adalah berumpun dan merupakan tanaman herba, semua bagian vegetatif yaitu batang, daun serta kelopak bunganya sedikit berlilin. Tanaman ini tetap hijau disepanjang hidupnya, di akhir hidupnya, dimana umbi telah cukup dewasa, daun dan batang mulai mengering. Keadaan seperti ini seakan-akan menunjukkan bahwa tanaman mati, padahal tidak. Karena bila hujan tiba maka rimpang atau umbi akan bertunas dan membentuk tanaman lagi.
Tinggi tanaman ganyong antara 0.9 - 1,8 meter. Bahkan di Queensland dapat mencapai 2,7 meter. Sedang untuk daerah Jawa, tinggi tanaman ganyong umumnya 1,35 – 1,8 meter. Apabila diukur lurus, maka panjang batang bisa mencapai 3 meter. Panjang batang dalam hal ini di ukur mulai dari ujung tanaman sampai ujung rhizoma atau yang sering disebut dengan umbi.
Apabila diperhatikan ternyata warna batang, daun, pelepah daun dan sisik umbinya sangat beragam. Adanya perbedaan warna ini menunjukkan varietasnya.
1) Daun
Tanaman ganyong daunnya lebar dengan bentuk elip memanjang dengan bagian pangkal dan ujungnya agak runcing. Panjang daun 15 - 60 sentimeter, sedangkan lebarnya 7 - 20 sentimeter. Di bagian tengahnya terdapat tulang daun yang tebal. Warna daun beragam dari hijau muda sampai hijau tua. Kadang-kadang bergaris ungu atau keseluruhannya ungu. Demikian juga dengan pelepahnya ada yang berwarna ungu dan hijau.
2) Bunga
Ukuran bunga ganyong yang biasa diambil umbinya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan ganyong hias atau yang sering disebut dengan bunga kana yaitu Canna coccinae, Canna hybrida, Canna indica dan lain-lainnya.
Warna bunga ganyong ini adalah merah oranye dan pangkalnya kuning dengan benangsari tidak sempurna. Jumlah kelopak bunga ada 3 buah dan masing-masing panjangnya 5 sentimeter.
3) Buah
Tanaman ganyong juga berbuah, namun tidak sempurna dan berentuk. Buah ini terdiri dari 3 ruangan yang berisi biji berwarna hitam sebanyak 5 biji per ruang.
4) Umbi
Tanaman ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5 - 8,75 cm dan panjangnya 10 - 15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm, bagian tengahnya tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik yang berwarna ungu atau coklat dengan akar serabut tebal. Bentuk umbi beraneka ragam, begitu juga komposisi kimia dan kandungan gizinya. Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan tempat tumbuh tanaman.
c. Varietas Ganyong
Di Indonesia dikenal dua kultivar atau varietas ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu, sedang yang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan disebut dengan ganyong putih. Dari kedua varietas tersebut mempunyai beberapa berbedaan sifat, sebagai berikut :
Ganyong Merah
Batang lebih besar
Agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan
Sulit menghasilkan biji
Hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya rendah
Umbi lazim dimakan segar (direbus)
Ganyong Putih
Lebih kecil dan pendek
Kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan
Selalu menghasilkan biji dan bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman
Hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi
Hanya lazim diambil patinya.
Daerah yang telah membudidayakan ganyong secara insentif adalah daerah pegunungan Andes (Amerika Selatan). Didaerah ini dikenal dua varietas ganyong yaitu verdes dan morados. Verdes mempunyai umbi berwarna putih dengan daun hijau terang, sedangkan umbi morados tertutup sisik yang berwarna ungu.
Tanaman ini dibudidayakan secara teratur di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur Pembudidayaan tidak teratur meliputi daerah D.I. Yogyakarta, Jambi, Lampung dan Jawa Barat. Sedangkan di Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku, tanaman ini belum dibudidayakan dan masih merupakan tumbuhan liar dipekarangan dan dipinggir-pinggir hutan. Pada umumnya para petani yang telah membudidayakan tanaman ganyong tersebut melakukan penyiangan, pembumbunan tetapi belum melaksanakan pemberantasan hama/penyakit. Usaha pemupukan hanya di Jawa Barat, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Tengah. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang dicampur dengan sampah. Rincian tingkat pemeliharaan tanaman ganyong dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7
Tabel 6. Tingkat Pemeliharaan Tanaman Ganyong (%)
Propinsi
Budidaya
Budidaya
Tumbuhan
Teratur
tidak teratur
liar
1. Jawa Barat
10
90
-
2. Jawa Tengah
100
0
-
3. Jawa Timur
83
17
-
4. D.I. Yogya
0
100
0
5. Sumatera Barat
0
0
100 di pekarangan,
pinggir hutan
6. Jambi
0
100
100 di pekarangan
dipnggir hutan
7. Riau
0
0
100 dipekarangan
pinggir2 sungai
8. Lampung
10
90
0
9. Kalsel
0
0
Banyak terdapat di
pinggiran jl. Raya
100 liar di lading
belum dikenal
10. Sultra
2,5
0
-
11. Sulsel
0
0
100 pinggir kebun
dekat rumah
12. Sulteng
0
20
80 di hutan & ladang
13. Maluku
100
0
-
Tabel 7. Beberapa Perlakuan Budidaya dan Tingkat Pemeliharaan Tanaman Ganyong
Jarak tanam
Rata-rata
Tingkat pemeliharaan (%)
Propinsi
Hasil
Menyiang
Membum
Memupuk
Membrantas
Kg/rumpun
Bun
OPT
1. Jawa Barat
Tak teratur
2 kg/rp
20
40
20
0
2. Jawa Tengah
0,5 x 0,5 m
0,25 kg/rp
100
100
0
0
3. Jawa Timur
50 x50 cm
Teratur 83%
3,4 kg/rp
100
06,6
100
0
60x60 cm
Tak teratur 17%
4. DI Yogya
Tak teratur
3,1 kg/rpm
100
100
60 (pupuk
0
kandang
+ sampah)
5. Sumbar
-
-
-
-
-
-
6. Jambi
Tak teratur
1 kg/ph
84,4
84,4
0
0
7. Riau
Tak teratur
0,45kg/rpm
0
0
0
0
8. Lampung
Tak teratur
4-5 kg/rpm
0
0
0
0
9. Kalsel
-
-
-
-
-
0
10. Sultra
30 x 30 cm
0,5 kg/bt
2,5
2,5
-
0 (tanaman ini
50 x 50 cm
belum banyak
dikenal)
11. Sulteng
Tak teratur
1 kg/ph
2,5
2,5
2,5
0
(rumpun)
(abu/pupuk
Kandang)
12. Sulsel
Tak teratur
50
0
0
0
0
13. Maluku
-
-
-
-
-
-
III. BUDIDAYA TANAMAN GANYONG
Ganyong bukanlah tanaman yang manja, karena tanaman ini tahan terhadap naungan, dapat tumbuh di segala jenis tanah dan iklim. Tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang berat untuk pertumbuhannya. Hanya saja bila menginginkan hasil panen tinggi, harus diperhatikan sifat dan lingkungan hidupnya.
A. Tempat Tumbuh
Seperti telah disebutkan di atas, tanaman ganyong tidak memerlukan syarat-syarat iklim tertentu yang sulit untuk dipenuhi. Hanya saja tanaman ini tidak tahan di daerah yang anginnya kuat, karena ganyong merupakan tanaman herba atau terna hingga mempunyai batang yang rapuh dan tidak tahan terhadap serangan angin. Pada daerah berangin kuat, tanaman ini sangat memerlukan lajur-lajur pelindung untuk mempertahankan hidupnya. Meskipun ganyong toleran terhadap suhu udara tapi umumnya tanaman ini baru akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 - 250 meter dpl. Tetapi hal ini tidak mutlak, karena di Hawai tanaman ini justru berproduksi maksimal pada daerah yang mempunyai ketinggian dibawah 450 meter dpl sementara di Peru, di daerah dengan ketinggian di atas 2.550 meter dpl, ganyong masih mampu tumbuh subur.
Suhu
Pertumbuhan ganyong di daerah tropis sangat baik sekali. Di daerah yang sangat dingin tanaman ini juga dapat hidup, tetapi proses pembentukan umbi untuk menuju dewasa cukup lama. Di daerah yang suhu udaranya pada siang hari sangat tinggi dan pada malam harinya sangat rendah, tanaman inipun mampu hidup dan berkembang biak dengan baik. Misalnya di daerah Aparimacgorge/Peru yang pada siang hari bersuhu 320C dan pada malam hari cuma 70C. Kenyataannya tanaman ganyong tersebar luas di daerah tersebut.
Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu syarat untuk menunjang kehidupan suatu tanaman. Tanaman ganyong memerlukan curah hujan yang sedang-sedang saja, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah, sehingga tanaman ini dapat hidup dengan baik di musim kemarau atau didaerah kering. Misalnya di Hawai yang curah hujan tahunannya hanya 112 cm, tanaman mampu tumbuh dengan baik dan hasilnya sangat memuaskan.
Jumlah embun juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman ini. Embun yang terlalu banyak sering mengakibatkan kelainan pada pertumbuhan daun dan merusak perkembangan umbinya.
Tanah
Setiap tanaman memang menghendaki jenis-jenis tanah tertentu. Tidak demikian halnya dengan tanaman ganyong, yang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Hanya di jenis tanah liat berat sajalah tanaman akan tumbuh kurang baik, karena sistem drainase pada tanah jenis ini biasanya jelek. Bila terpaksa harus ditanam pada jenis tanah ini, maka drainasenya harus dibuat memadai. Drainase yang memadai dapat di tempuh dengan cara membuat saluran-saluran air atau ditanam dengan sistem guludan.
Apabila ingin mendapatkan hasil yang optimal, maka sebaiknya ganyong ditanam pada tanah-tanah lempung berpasir yang kaya humus.
B. Pemilihan Bibit
Tanaman ganyong dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan menggunakan bijinya, namun sangat jarang dilakukan petani kecuali oleh peneliti, dimana jumlah bijinya relatif sedikit dan umur lebih lama. Perbanyakan yang dilakukan petani adalah dengan vegetatif yang menggunakan umbi berukuran sedang dengan tunas 1 - 2. Kebutuhan bibit per hektarnya + 2 ton. Untuk mencegah kerusakan bibit akibat penyakit busuk umbi sebelum ditanam dapat dilakukan pencelupan bibit pada larutan CuSO4 10 %.
Pengolahan Tanah
Alat-alat yang diperlukan
Alat-alat yang digunakan dalam mengolah tanah untuk bertanaman ganyong sangat sedikit sekali, ini karena ganyong tidak ditanaman di lumpur seperti halnya padi. Jadi alat-alat yang digunakan cukup ganco atau garpu dan cangkul. Bila dilahan yang akan ditanami masih terdapat semak-semak, maka sabit juga diperlukan untuk membersihkan semak tersebut.
Teknik Pengolahan Tanah
Pada musim kemarau tanah sebaiknya diganco dulu. Pada saat ini tanah terbalik dan rumput-rumput terbenam di dalam tanah. Selanjutnya rumput ini akan membusuk dan menjadi bunga tanah. Setelah hujan tiba, tanah segera dicangkul dan diratakan. Pengerjaan pengolahan tanah tersebut mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga air dan udara leluasa bergerak di dalamnya. Selain itu penggemburan tanah bisa membuat umbi ganyong leluasa berkembang, sehingga akan diperoleh umbi yang berukuran lebih besar.
Pada tanah liat berat sebaiknya dibuat guludan agar drainasenya bisa sempurna. Sedang pada jenis tanah yang lain, tanah cukup dibuat bedengan-bedengan. Umumnya bedengan ini lebarnya 120 cm dan panjangnya tidak dibatasi. Tinggi bedengan 25-30 cm dan jarak antara satu bedengan dengan bedengan lainnya 30-50 cm.
Berhubung ganyong senang sekali tumbuh pada tanah yang kaya humus, maka pada saat meratakan tanah dapat diberikan pupuk dasar. Pupuk dasar ini berupa kandang atau kompos sebanyak 25 sampai 30 ton tiap hektar.
D. Waktu Penanaman
Penanaman ganyong biasanya dilakukan saat awal musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai Desember.
E. Jarak Tanam dan Penanaman
Membuat lubang tanam merupakan langkah petama pada tahap ini. Dalamnya lubang tanaman 12,5 - 15 cm dibuat secara lajur atau berbaris.
Jarak tanaman yang digunakan untuk bertanam ganyong sangat tergantung pada jenis dan keadaan tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian. Karena adanya perbedaan tersebut, jenis tanah sangat mempengaruhi kesuburan pertumbuhan tanaman dan umbi. Selain berdasarkan jenis tanah, jarak tanam juga diperhitungkan dengan berlandasan populasi optimum tanaman per hektarnya.
Pada tanah liat dianjurkan menggunakan jarak tanam 90 x 90 cm, dengan jarak barisan 90 cm begitu juga jarak antara barisannya.
Jika yang tersedia adalah lahan yang masih banyak ditumbuhi oleh rerumputan atau alang-alang, maka sebaiknya digunakan jarak tanam yang lebih lebar lagi yaitu 135 cm x 180 cm, sedang untuk tanah liat berat di gunakan jarak tanam 120 cm x 120 cm. Di tanah-tanah pegunungan yang biasanya tanah miring dan sudah dikerjakan menjadi teras-teras, ini sangat menguntungkan, karena selain hasil lahan akan bertambah juga dapat memperkuat teras-teras tersebut. Jarak tanam yang digunakan dalam hal ini adalah 50 cm urut sepanjang tepi teras.
Lain lagi halnya di Peru, di daerah ini jarak tanam yang digunakan adalah 60 – 100 cm antara tanaman dan 100 - 150 cm antara barisan.
F. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman ganyong yang sangat penting adalah penyiangan, pembumbunan dan pemupukan.
Kebersihan bedengan atau areal tanaman dari gangguan gulma perlu sekali diperhatikan, terutama pada masa awal pertumbuhannya. Karena pada masa ini bibit yang mulai bertunas banyak sekali memerlukan air, udara dan unsur-unsur hara serta sinar matahari yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya terutama untuk memperbanyak akar. Apabila banyak gulma yang tumbuh, tentu saja sejumlah unsur-unsur hara tersebut digunakan oleh gulma, sehingga pertumbuhan ganyong yang masih muda ini merana.
Pembumbunann adalah suatu usaha untuk menggemburkan tanah. Tanah yang gembur akan membuat umbi yang terbentuk dapat berkembang dengan leluasa. Pembumbunan dapat dimulai pada saat ganyong berumur 2 - 2,5 bulan.
Karena ganyong menyenangi tanah yang gembur, maka pupuk yang sangat diperlukan adalah pupuk kandang atau kompos. Pupuk ini bila perlu dapat diberikan bersamaan dengan pembumbunan.
G. Hama dan Penyakit
Ganyong adalah tanaman yang relatif bebas dari serangan hama dan penyakit. Walaupun demikian di daerah-daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif, sering ditemui hama dan penyakit sebagai berikut :
a. Belalang dan Kumbang
Akibat kerusakan dari kedua hama ini sebenarnya tidak secara langsung, tetapi merupakan akibat sekunder. Belalang dan kumbang biasanya menyerang tanaman dengan memakan daun-daun ganyong, dengan demikian jumlah permukaan daun berkurang akibatnya fotosintesis berkurang, dan akibatnya pembentukan umbipun terhambat.
Untuk mengatasinya dapat dilakukan pemberantasan secara kimiawi, dengan insektisida Agrothion 50, dosis 0,6 – 2 l/ha.
Agrotis spp. (Ulat Tanah)
Ulat Agrotis ini terutama menyerang tanaman muda yaitu bagian batang dan tangkai daun, akibatnya tanaman rebah. Kerusakan semacam ini dapat mengakibatkan kerugian yang berarti, karena tanaman muda tersebut bisa mati. Cara pemberantasannya dapat dengan kultur teknis, yaitu dengan pembersihan rerumputan di sekitar tanaman. Dapat juga dengan mengumpulkan ulat-ulat tanah tersebut di siang hari, karena pada siang hari ulat-ulat ini berada di sekitar pangkal batang. Cara pemberantasan yang terakhir dengan menggunakan insektisida Dursban 20%E.C., Hostathion 40 % E.C. dan Phosvel 30 % E.C
Yang menyerang hasil panenan
Hasil panenan ganyong juga diserang oleh hama dan penyakit. Hama tersebut adalah Calopodes ethlius dan Cobalus cannae. Penyakitnya Fusarium spp, Puccinia cannae dan Rhizoctonia spp. Dengan adanya serangan penyakit tersebut, akibatnya umbi bercendawaan dan busuk. Untuk menghindarinya, umbi janganlah diletakkan pada tempat yang lembab.
Pemanenan
Ada bermacam-macam pendapat tentang masa panen umbi ganyong, ini karena tidak ada batas masa pendewasaan umbi. Tetapi umumnya pendewasaan umbi dipengaruhi oleh ketinggian daerah tempat hidupnya. Pada umur 6 - 8 bulan setelah tanam, umbi biasanya sudah cukup dewasa dan bisa panentetapi, biasanya belum dapat diambil patinya, tetapi untuk bahan makanan sampingan misalnya direbus atau dibakar.
Pada dataran tinggi yang umumnya tertimpa hujan hampir sepanjang tahun, masa pendewasaan umbi lebih lama daripada di dataran rendah. Ini karena pembentukan pati terhambat. Dengan demikian umbi baru bisa dipanen setelah umur satu tahun atau umumnya 15 - 18 bulan.
Di dataran rendah, kandungan pati mencapai puncaknya pada umur satu tahun, lebih dari satu tahun justru kandungan patinya berkurang, ini di sebabkan setelah satu tahun musim hujan telah tiba, sehingga pati sebagai cadangan makanan tumbuhan tersebut terurai dan muncullah tunas baru.
Sebagai patokan yang pasti, umbi dianggap dewasa apabila telah ditandai dengan mengeringnya batang dan daun-daun tanaman.
Cara pemanenan bisa dilakukan dengan cara pencabutan apabila batang tanaman ganyong belum rapuh, bila telah rapuh dapat dengan cara mencongkelnya dengan tongkat besi, kayu atau sejenisnya.
Jumlah hasil panenan ganyong berubah-ubah atau sangat tergantung pada perawatan tanaman, jenis tanah dan sebagainya. Di Jawa, per arenya menghasilkan 30 kuintal, sedang di Hawaii per tahunnya tiap acre (4046,86 meter persegi) menghasilkan 18 - 20 ton umbi yang berumur 8 bulan.

IV. MANFAAT GANYONG

1. Peluang dan Kandungan Gizi Ganyong

Umbi ganyong kita konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat ganyong memang tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain, namun lebih rendah daripada singkong, tetapi karbohidrat umbi dan tepung ganyong lebih tinggi bila dibandingkan dengan kentang, begitu juga dengan kandungan mineral kalsium, phosphor dan besi. Dengan demikian ganyong sangat tepat bila digunakan untuk keragaman makanan sebagai pengganti beras. Untuk lebih jelasnya, kandungan gizi ganyong dan umbi-umbi yang lain serta tepungnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Kandungan Gizi Tepung Umbi-umbian
Nama bahan
Makanan
Air
(G)
Protein
(G)
Lemak
(G)
K. hidrat
(g)
Kal
(mg)
Fospor
(Mg)
Besi
(Mg)
A
(IU)
Vit
B
C

Ubijalar

Singkong
Kentang
Tepung ganyong
Tepung Singkong
Tepung kentang
75

63
78
14

9

13
1,0

1,2
2,0
0,7

1,1

0,3
0,1

0,3
0,1
0,2

0,5

0,1
22,6

34,7
19,1
85,2

88,2

85,6
21

33
11
8

84

21
70

40
56
22

125

30
20,0

0,7
0,7
1,5

1,0

0,5
0

0
0
0

0

0
0,1

0,06
0,11
0,09

0,4

0,04
10

30
17
0

0

0
Sumber : Data komposisi Bahan Makanan, Dep. Kes. RI.
2. Jenis-Jenis hasil Olahan Produksi Ganyong
Kegunaan tanaman ganyong bagi kehidupan memang banyak sekali, tidak hanya untuk melengkapi pangan manusia tapi juga untuk pakan hewan. Bahkan hasil sisa atau bunganya dari pembuatan tepungpun dapat dimanfaatkan manusia yaitu untuk bahan bakar dan kompos. Sebenarnya bila diperinci, kegunaan ganyong ada dua yaitu kegunaan utamanya untuk diambil umbinya. Umbi yang masih muda bisa dimakan dengan cara membakar atau merebusnya lebih dulu bahkan kadang-kadang disayur, sedang yang tua untuk diambil tepungnya. Kegunaan yang lain merupakan kegunaan sampingan, misalnya daun dan batang untuk makanan ternak.
1). Tepung Ganyong
Berlainan dengan tepung-tepung lainnya, tepung ganyong berwarna kekuningan. Pembuatan tepung di Indonesia umumnya masih dikerjakan secara tradisional. Sedang di negara yang telah maju, misalnya Australia tepung ini telah diusahakan secara besar-besaran dengan demikian pembuatannya di pabrik-pabrik.
Tepung ganyong sangat mudah dicerna hingga sering di gunakan untuk makanan bayi dan orang-orang sakit. Keistimewaan lainnya granul dari tepung ganyong sangat besar dengan bentuk oval dan panjangnya bisa mencapai 145 mikron lain lagi halnya dengan di Afrika, maka tepung ini umumnya digunakan untuk makanan ternak
a. Secara tradisional (skala kecil)
Pembuatan ganyong dengan cara yang tradisional ini umumnya dilakukan oleh industri-industri rumah tangga yang tingkat produksinya masih relatif rendah. Tahapan pembuatan tepung ganyong dengan cara ini adalah sebagai berikut :
- Umbi ganyong dikupas lalu dicuci hingga bersih
- Umbi yang telah bersih dihancurkan dengan cara diparut dapat menggunakan parut biasa atau dengan parut mesin. Sedang bila ditumbuk, umbi perlu dipotong-potong kecil lebih dahulu, ini bertujuan agar penumbukan dapat dilakukan dengan mudah.
- Hasil parutan atau tumbukan ganyong dicampur dengan air dan diremas-remas sehingga menjadi masak serupa bubur. Peremasan ini bertujuan agar pati ganyong dapat terpisah.
- Bubur pati tersebut dimasukan dalam kain penyaringan lalu diperas sambil sekaligus disaring, sehingga ampas akan tertinggal dalam kain dan air yang bercampur pati akan lolos.
- Ampas yang tertinggal tersebut dicampur air lagi seperti di atas lalu disaring lagi. Begitu selanjutnya sampai hasil penyaringan kelihatan jernih. Ini suatu pertanda bahwa pati telah terperas tuntas.
- Cairan hasil perasan yang berupa suspensi ini dibiarkan dan diendapkan selama satu malam atau kurang lebih 12 jam di dalam bak.
- Bila air dalam bak endapan telah bening pertanda pati telah mengendap. Lalu bak di miringkan pelan-pelan sehingga airnya tertumpah.
- Tepung yang telah diperoleh dianginkan dulu sehingga airnya berkurang, lalu letakkan pada nyiru-nyiru dan dijemur pada panas matahari langsung.
- Selama dijemur, tepung dibolak balik dan diremas-remas agar cepat kering dan tidak bergumpal-gumpal.
- Bila sudah kering dan ternyata tepung masih bergumpal, maka tepung ini perlu ditumbuk lagi sehingga menghasilkan tepung halus.
b. Secara Modern (skala besar).
Tahapan dari pembuatan tepung ganyong di pabrik atau secara modern pada dasarnya sama dengan yang dilakukan oleh industri-industri rumah tangga. Proses pembuatannya dalah sebagai berikut :
- Umbi dicuci, serat akarnya dibuang dengan tangan, pekerjaan ini sulit dikerjakan dengan mesin karena ukuran dan bentuk umbi tidak sama
- Setelah bersih umbi diparut dengan mesin parut.
- Hasil parutan berupa cercaan ganyong dan dimasukkan dalam bak atau drum yang berputar kemudian serat-serat kasarnya juga kotoran-kotoran yang lain disaring oleh kasa sehingga susu pati ini berlalu bersama air dan endapan pada sebuah tangki.
- Setelah mengendap, endapan pati ini akan mengalir dari dasar tangki mengendap lalu di cuci dengan air bersih.
- Hasil dari pencucian tersebut adalah tepung yang telah bersih lalu dikeringkan. Setelah itu diayak dan gumpalan tepung dihaluskan lagi lalu diayak lagi. Sehingga diperoleh tepung ganyong yang halus. Tepung yang telah jadi dipak dalam wadah yang tahan lembab dan siap untuk diperdagangkan.
2) Gaplek Ganyong