Pendahuluan
Hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan temulawak, masyarakat hanya mengusahakannya secara kecil-kecilan di tegalan atau lahan pekarangan. Bahkan ada yang masih melakukan perburuan liar di hutan belantara untuk mengumpulkan rimpangnya. Padahal cara seperti itu tidak dapat menjamin kualitas dan kuantitas rimpangnya sesuai tuntutan pasar. Jalan terbaik hanya dengan budidaya secara intensif. Hasilnya pun bisa 10-20 ton/ha.
Pada dasarnya temulawak bisa tumbuh di sembarangan jenis tanah, namun produksinya lebih baik bila dibudidayakan di tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, serta aerasi dan rainasenya baik. Kondisi tanah yang demikian terutama ada pada tanah liat berpasir.
Tanaman ini juga dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 1.200 m dpl. Namun kondisi lingkungan tumbuh paling ideal untuknya di daerah berketinggian sampai 750 m dpl, curah hujan 1.000-4.000 mm/ tahun, dan suhu udara 19°-30°C.
Bibit Temulawak
Temulawak dapat diperbanyak secara vegetatif dengan rimpang-rimpangnya, baik rimpang induk maupun anakan (rimpang cabang). Menyiapkan bibit dari rimpang induk memerlukan penanganan khusus. Mula-mula dipilih rumpun yang berumur tua (10-12 bulan) dan sehat, lalu dibongkar untuk diambil rimpangnya dan dibersihkan dari akar-akar maupun tanah yang menempel. Selanjutnya rimpang dipecah dan dipisahkan antara rimpang induk dan rimpang cabangnya. Rimpang induk dibelah menjadi 4 bagian. Sedapat mungkin setiap bagian rimpang mengandung 2-3 mata tunas.
Belahan rimpang induk selanjutnya dijemur 3-4 jam/ hari selama 4-6 hari berturut-turut, agar kadar air dalam rimpang menyusut dan merangsang tumbuhnya tunas-tunas barn. Bibit belahan rimpang induk ini dapat langsung ditanam di kebun atau ditunaskan dulu di tempat teduh dan lembap selama 7-15 hari.
Sedangkan rimpang anakan hasil pemisahan tadi dipilih yang bermutu baik saja, kemudian disimpan di tempat teduh dan lembap selama 1-2 bulan hingga keluar tunas-tunas baru. Rimpang cabang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi beberapa bagian bakal bibit. Tiap potongan sebaiknya mengandung 2-3 mata tunas.
Sebelum bibit ditanam, sebaiknya disemprot dulu dengan fungisida dan bakterisida untuk menghindari serangan cendawan pada bibit. Dalam satu hektar lahan memerlukan bibit berupa rimpang induk sebanyak 1.500-2.000 kg, atau rimpang cabang 500-700 kg.
Penyiapan lahan dan penanaman Temulawak
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan menjelang atau awal musim tanam, sesuai waktu penanaman bibitnya. Waktu tanam yang paling baik adalah pada awal musim hujan. Lahan untuk kebun temulawak mula-mula dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm dan dibiarkan minimal 15 hari. Selanjutnya dibuat bedengan-bedengan selebar 120-200 cm dengan jarak antar-bedengan 30-40 cm. Di antara bedengan itu dibuat parit sedalam 40-60 cm untuk menjaga drainase tetap baik. Bersamaan dengan penyelesaian bedengan, tambahkan pupuk kandang sebanyak 20-25 ton/ha atau 2-2, 5 kg/m2 luas lahan. Setelah itu lahan dibiarkan dulu selama 1-2 minggu baru ditanami.
Untuk penanamannya, mula-mula dibuatkan lubang tanam pada bedengan dengan jarak antar-lubang 60 cm x 60 cm. Tiap lubang tanam diisikan 1 bibit temulawak terpilih yang diletakkan tegak dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Berikutnya, bibit ditimbun dengan tanah sedalam 7-10 cm. Bersamaan dengan saat tanam dilakukan pemupukan dasar dengan TSP sebanyak 100 kg/ ha yang disebar merata atau ditugalkan dan ditimbun tanah. Biasanya setelah 2-4 minggu tanaman akan tampak di permukaan tanah. Pengairan atau penyiraman sangat diperlukan, terutama bila keadaan tanah kering atau di musim kemarau.
Pemeliharaan Temulawak
Setelah berumur 2 bulan biasanya seluruh tanaman akan tumbuh sempurna. Pada saat itulah dilakukan penyi¬angan gulma sambil mengada¬kan pemupukan susulan. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 0.5 kg,' rumpun atau 10- 12, 5 ton/ha, ditambah pupuk urea dan KC1 masing-masing 95 kg dan 85 kg per ha. Pemupukan urea dan KCI masih dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan, masing-masing seba¬nyak 40 kg,/ha.
Untuk menekan gulma dan merangsang pemben¬tukan umbi (rimpang), sebaiknya pertanaman diberikan mulsa berupa jerami atau rumput-rumput liar yang telah kering. Pemberian mulsa ini sebaik- - nya dilakukan seawal mung¬kin agar dapat juga berfungsi sebagai bahan organik. Untuk menghindari serangan hama dan penyakit, selain menggunakan bibit sehat, perlu dilakukan penyemprotan pestisida seminggu sekali dengan dosis sesuai anjuran. Selain itu drainase tanah juga perlu diperhatikan untuk mencegah serangan penyakit jamur F'rrsarium sp., Pythiupn sp., dan bakteri Pseudunzonas sp., penyebab layunya tanaman dan busuk rimpang selepas panen.
Panen dan pasca panen Temulawak
Rimpang temulawak sudah waktunya dipanen bila ukurannya telah maksimal, keras, clan berwarna kuning kotor. Kondisi rimpang seperti ini dapat dilihat dari penampilan tanamannya di permukaan tanah yang mulai layu, menguning, dan akhirnya kering serta `hampir' mati.
Pemanenan dilakukan dengan membongkar secant hati-hati seluruh rumpun bersama rimpang-rimpangnya menggunakan cangkul atau gaco: jangan ada rimpang yang terpotong, karena akan menurunkan kualitasnya. Dengan sistem budidaya intensif tiap hektar lahan dapat menghasilkan 10-20 ton rimpang segar.
Setelah dipanen, rimpang dibersihkan clan diiris dalam arah melintang setebal 7-8 mm. Berikutnya irisan rimpang di-blanching atau dipanaskan dalam larutan natrium karbonat (Na2 CO3) 0, 05-0, 1 % selama 15 menit. Setelah itu dijemur 10-15 hari atau dikeringkan dengan alat pengering listrik pada temperature 50° - 55°C selama 7 jam hingga kering dan berwarna jingga. Irisan rimpang kering ini dikemas dalam wadah peti atau dus karton berkapasitas 20 kg untuk selanjutnya dipasarkan atau diekspor.
Perawaratan mutu rimpang temulawak kering untuk ekspor adalah warnanya kuning jingga sampai cokelat jingga, aroma khas wangi aromatik. rasanya khas dan agak pahit, kelembapan maksimal 12%, kadar abu 3-7%, kadar pasir 1%, dan kadar minyak asiri minimal 5%.
Pada dasarnya temulawak bisa tumbuh di sembarangan jenis tanah, namun produksinya lebih baik bila dibudidayakan di tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, serta aerasi dan rainasenya baik. Kondisi tanah yang demikian terutama ada pada tanah liat berpasir.
Tanaman ini juga dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 1.200 m dpl. Namun kondisi lingkungan tumbuh paling ideal untuknya di daerah berketinggian sampai 750 m dpl, curah hujan 1.000-4.000 mm/ tahun, dan suhu udara 19°-30°C.
Bibit Temulawak
Temulawak dapat diperbanyak secara vegetatif dengan rimpang-rimpangnya, baik rimpang induk maupun anakan (rimpang cabang). Menyiapkan bibit dari rimpang induk memerlukan penanganan khusus. Mula-mula dipilih rumpun yang berumur tua (10-12 bulan) dan sehat, lalu dibongkar untuk diambil rimpangnya dan dibersihkan dari akar-akar maupun tanah yang menempel. Selanjutnya rimpang dipecah dan dipisahkan antara rimpang induk dan rimpang cabangnya. Rimpang induk dibelah menjadi 4 bagian. Sedapat mungkin setiap bagian rimpang mengandung 2-3 mata tunas.
Belahan rimpang induk selanjutnya dijemur 3-4 jam/ hari selama 4-6 hari berturut-turut, agar kadar air dalam rimpang menyusut dan merangsang tumbuhnya tunas-tunas barn. Bibit belahan rimpang induk ini dapat langsung ditanam di kebun atau ditunaskan dulu di tempat teduh dan lembap selama 7-15 hari.
Sedangkan rimpang anakan hasil pemisahan tadi dipilih yang bermutu baik saja, kemudian disimpan di tempat teduh dan lembap selama 1-2 bulan hingga keluar tunas-tunas baru. Rimpang cabang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi beberapa bagian bakal bibit. Tiap potongan sebaiknya mengandung 2-3 mata tunas.
Sebelum bibit ditanam, sebaiknya disemprot dulu dengan fungisida dan bakterisida untuk menghindari serangan cendawan pada bibit. Dalam satu hektar lahan memerlukan bibit berupa rimpang induk sebanyak 1.500-2.000 kg, atau rimpang cabang 500-700 kg.
Penyiapan lahan dan penanaman Temulawak
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan menjelang atau awal musim tanam, sesuai waktu penanaman bibitnya. Waktu tanam yang paling baik adalah pada awal musim hujan. Lahan untuk kebun temulawak mula-mula dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm dan dibiarkan minimal 15 hari. Selanjutnya dibuat bedengan-bedengan selebar 120-200 cm dengan jarak antar-bedengan 30-40 cm. Di antara bedengan itu dibuat parit sedalam 40-60 cm untuk menjaga drainase tetap baik. Bersamaan dengan penyelesaian bedengan, tambahkan pupuk kandang sebanyak 20-25 ton/ha atau 2-2, 5 kg/m2 luas lahan. Setelah itu lahan dibiarkan dulu selama 1-2 minggu baru ditanami.
Untuk penanamannya, mula-mula dibuatkan lubang tanam pada bedengan dengan jarak antar-lubang 60 cm x 60 cm. Tiap lubang tanam diisikan 1 bibit temulawak terpilih yang diletakkan tegak dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Berikutnya, bibit ditimbun dengan tanah sedalam 7-10 cm. Bersamaan dengan saat tanam dilakukan pemupukan dasar dengan TSP sebanyak 100 kg/ ha yang disebar merata atau ditugalkan dan ditimbun tanah. Biasanya setelah 2-4 minggu tanaman akan tampak di permukaan tanah. Pengairan atau penyiraman sangat diperlukan, terutama bila keadaan tanah kering atau di musim kemarau.
Pemeliharaan Temulawak
Setelah berumur 2 bulan biasanya seluruh tanaman akan tumbuh sempurna. Pada saat itulah dilakukan penyi¬angan gulma sambil mengada¬kan pemupukan susulan. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 0.5 kg,' rumpun atau 10- 12, 5 ton/ha, ditambah pupuk urea dan KC1 masing-masing 95 kg dan 85 kg per ha. Pemupukan urea dan KCI masih dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan, masing-masing seba¬nyak 40 kg,/ha.
Untuk menekan gulma dan merangsang pemben¬tukan umbi (rimpang), sebaiknya pertanaman diberikan mulsa berupa jerami atau rumput-rumput liar yang telah kering. Pemberian mulsa ini sebaik- - nya dilakukan seawal mung¬kin agar dapat juga berfungsi sebagai bahan organik. Untuk menghindari serangan hama dan penyakit, selain menggunakan bibit sehat, perlu dilakukan penyemprotan pestisida seminggu sekali dengan dosis sesuai anjuran. Selain itu drainase tanah juga perlu diperhatikan untuk mencegah serangan penyakit jamur F'rrsarium sp., Pythiupn sp., dan bakteri Pseudunzonas sp., penyebab layunya tanaman dan busuk rimpang selepas panen.
Panen dan pasca panen Temulawak
Rimpang temulawak sudah waktunya dipanen bila ukurannya telah maksimal, keras, clan berwarna kuning kotor. Kondisi rimpang seperti ini dapat dilihat dari penampilan tanamannya di permukaan tanah yang mulai layu, menguning, dan akhirnya kering serta `hampir' mati.
Pemanenan dilakukan dengan membongkar secant hati-hati seluruh rumpun bersama rimpang-rimpangnya menggunakan cangkul atau gaco: jangan ada rimpang yang terpotong, karena akan menurunkan kualitasnya. Dengan sistem budidaya intensif tiap hektar lahan dapat menghasilkan 10-20 ton rimpang segar.
Setelah dipanen, rimpang dibersihkan clan diiris dalam arah melintang setebal 7-8 mm. Berikutnya irisan rimpang di-blanching atau dipanaskan dalam larutan natrium karbonat (Na2 CO3) 0, 05-0, 1 % selama 15 menit. Setelah itu dijemur 10-15 hari atau dikeringkan dengan alat pengering listrik pada temperature 50° - 55°C selama 7 jam hingga kering dan berwarna jingga. Irisan rimpang kering ini dikemas dalam wadah peti atau dus karton berkapasitas 20 kg untuk selanjutnya dipasarkan atau diekspor.
Perawaratan mutu rimpang temulawak kering untuk ekspor adalah warnanya kuning jingga sampai cokelat jingga, aroma khas wangi aromatik. rasanya khas dan agak pahit, kelembapan maksimal 12%, kadar abu 3-7%, kadar pasir 1%, dan kadar minyak asiri minimal 5%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar